The Engeneering of Civilization

Pendahuluan.
Islam selama ini masih banyak kita anggap sebagai agama yang mengajarkan tentang budi pekerti & ajaran yang dianggap paling luhur, hal ini terlihat jelas dalam kehidupan di masyarakat, bahwa aturan Islam hanya dilaksanakan jika aktifitas ritual dan ibadah lainnya telah dilaksanakan dengan sempurna. Pandangan masyarakat yang masih sempit ini masih terlihat jelas dalam kehidupan ini.
Melihat kenyataan seperti ini maka perlu adanya sebuah upaya untuk merubah kehidupan masyarakat yang masih sempit dalam memandang bahwa Islam adalah ajaran yang mengatur aktifitas ritual saja.
Sebagaimana telah menjadi pandangan hidup atau pemikiran umum, bahwa sebuah ajaran agama akan sempurna jika dilaksanakan dengan sempurna. Cara pandang seperti ini menjadi pendorong bahwa semuanya akan terselesaikan. Untuk itu perlu adanya upaya yang lebih radikal lagi dan lebih menghujam lagi bahwa ada upaya membangun atau mencerahkan tentang pemahaman tersebut.

Islam Merupakan Ideologi
Islam adalah sebuah peradaban (hadharah) yang paling mulia,paling agung,paling dasyat,paling kuat pokoknya paling segala-galanya di muka bumi ini.Peradaban Islam adalah hal yang nyata dan telah terbukti begitu luhurnya dan sangat mulia jika peradaban ini telah tegak kembali di muka bumi ini. Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, bahwa pemahaman Islam yang masih sempit yaitu bahwa Islam hanya mengatur soal aktifitas ritual dan ajaran budi pekerti, maka disini perlu dijabarkan dan disampaikan bahwa pemahaman tersebut perlu diperluas, bahwa Islam adalah sebuah aturan yang menyeluruh bagi seluruh kebaikan manusia di muka bumi ini. Islam adalah sebuah ideologi (Mabda), yang mana merupakan ‘aqidah aqliyah yanbatiqu’anha an nizham. Yang artinya aqidah aqliyah yang melahirkan aturan-aturan dalam kehidupan, yang artinya sesuatu disebut ideologi bila memiliki dua (2) syarat, yaitu memiliki aqidah aqliyah sebagai fikrah (ide) dan memiliki sistem (aturan) sebagai thariqah (metode penerapan)
Dalam kitab Nidham Al Islam karya Taqiyuddin An Nabhani bahwa aqidah merupakan pemikiran yang menyeluruh tentang kehidupan dunia,kehidupan sebelum dunia,setelah dunia dan bagaimana hubungan antara dunia dengan kehidupan sesudah dunia (akherat).Sedangkan sistem aturan ialah mencakup berbagai pemecahan terhadap berbagai problema kehidupan baik pribadi, keluarga, maupun negara; menyangkut persoalan ibadah,ahlak,sosial,politik,ekonomi dan budaya)
Dengan demikian, aqidah aqliyah dan bagaimana cara pemecahan problem manusia tersebut dengan ide(fikrah).Sedangkan tentang bagaimana penerapan berbagai pemecahan tersebut, bagaimana pemeliharaan ide (fikrah), dan cara untuk menyebarkan ide (fikrah) tersebut disebut thariqah (metode operasional untuk menerapkan aqidah tersebut)
Dengan demikian suatu ideologi bukan hanya bersifat ide-ide teoritis tanpa adanya realitas pelaksanaannya (seperti filsafat) namun mesti ada metode (cara opersional) yang jelas tentang bagaimana penerapannya dalam masyarakat.
Dari uraian tersebut nampak bahwa Islam mempunyai keunikan sendiri dibandingkan dengan agama-agama lain di dunia ini, Ideologi Islam dapat meresapi ke sebuah peradaban yang agung, hal ini dapat kita pahami, bangunan peradaban bukanlah struktur fisik.Peradaban (hadharah) dibangun oleh pemikiran, pandangan hidup suatu masyarakat, yang tercermin dalam cara pandang mereka terhadap segala sesuatu.Cara pandang ini berakar dari ilmu pengetahuan, khususnya tentang manusia dan alam semesta. Oleh karena itu pandangan hidup juga menentukan sikap sseorang terhadap dirinya (anfus) dan terhadap alam semesta (afaq).
Maka dari itu membangun peradaban sejatinya adalah membentuk manusia –manusia yang berilmu pengetahuan atau manusia beradab.Karena itu, asumsi dasar bahwa manusia adalah mahluk beradab harus lebih diutamakan ketimbang hanya manusia sebagai mahluk sosial, karena ia lebih inklusif.Sebaliknya,manusia beradab akan terbentuk oleh peradaban.Sebab secara fisik, manusia bukan hanya lahir dimuka bumi, tapi lahir ditengah agama,kepercayaan,nilai dan kultur yang menguasai masyarakat.

Menyebarluaskan Ide Pemahaman Ideologi Islam
Sekarang sudah ada gambaran bahwa Islam sebagai ideologi merupakan peradaban, maka untuk lebih memfokuskan problematika yang sedang terjadi tentang keberadaan peradaban Islam saat ini, maka perlu penelusuran , bahwa kondisi umat Islam saat ini (secara fakta) belum mempunyai peradaban sendiri. Hal yang perlu kita ketahui bahwa peradaban sekarang dikuasai oleh ideologi selain Islam yaitu ideologi kapitalisme yang nota bene adalah negeri –negeri penganut agama selain Islam (Yahudi dan Kristen).
Ideologi kapitalisme ini merupakan ideologi yang menguasai peradaban saat ini, ideologi kapitalisme adalah ideologi yang dibangun atas pemahaman liberalisme yang menurunkan berbagai ide-ide sesat seperti westernisasi, demokrasi, sekulerisasi, pluralisme,relativisme dan lainnya. Ideologi kapitalisme ini sudah tentu sangat berimplikasi pada peminggiran (marginalisasi) peradaban Islam.
Jawaban bagi problematika saat ini, yaitu masih dikuasainya dunia ini oleh peradaban dari ideologi kapitalisme, maka jalan untuk menegakkan kembali peradaban Islam adalah membangun kembali pemahaman Islam secara benar ke masyarakat, baik melalui ilmu pengetahuan, pemikiran dan dakwah secara benar seperti apa yang pernah disampaikan oleh Rasulullah SAW..
Dakwah Islam
Ideolgi (Mabda) Islam adalah fikrah dan thariqah yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari fikrah tersebut. Peraturan Islam lahir dari aqidah, sedangkan peradabannya memiliki model dan ciri yang unik dalam kehidupan.Metode Islam dalam pengembangan dakwah adalah diterapkannya Islam oleh negara dan diemban sebagai qiyadah fikriyah ke seluruh dunia. Metode ini harus dijadikan azas untuk memahami dan menerapkan peraturan.Penerapan Islam oleh jamaah kaum muslimin yang hidup dalam pemerintahan yang menerapkan hukum Islam, adalah termasuk upaya-upaya menyebarluaskan dakwah Islam. Karena penerapan peraturan Islam ditengah-tengah masyarakat non muslim tergolong metode dakwah yang bersifat praktis. Penerapan peraturan Islam telah berhasil memberikan pengaruh gemilang dalam mewujudkan dunia Islam yang wilayahnya sangat luas.
Sekarang kembali pada kita sebagai umat muslim (Islam), bahwa perjuangan terus berlanjut sampai titik darah penghabisan, tdk ada kata berhenti dalam berdakwah, selama kita masih hidup, terus belajar dan berjuang hingga mafahim kita terus berkembang dan semakin meningkat hingga kita semakin paham dan semakin bersemangat untuk terus berjuang menegakkan kembali peradaban Islam yaitu Daullah Khilafah Islamiyah, sebagaimana telah dijanjikan oleh Rasullah dan telah ditetapkan dalam hadist.

The End of History is Islam

Setelah berahirnya perang dingin (cold war) di Abad ke-20, keluarlahAmerika dan sekutunya (barat) sebagai pemenang dan pengendalitunggal dunia dengan duduk diatas puncak ‘kekuasaan Barat’ AmerikaSerikat sebagai the only one soperpower in the world.
Sejak itu para pemikir Barat maupun non-Barat sibuk mencari Hipotesadan ramalan bagaimana kelanjutan dari episode sejarah perjalananumat manusia. Apakah ada episode baru, dalam arti ada peradabanlain yang akan menggantikan posisi komunis sebagi musuh Barat?Ataukah ini merupakan ahir dari episode perjalanan sejarah umatmanusia di dunia? dalam arti Barat sebagi peradaban yang akanmemimpin umat manusia hingga ahir zaman..
Adalah Prancis Fukuyama salah seorang ilmuan yang berpengaruh diBarat melontarkan pemikirannya dalam artikelnya di jurnal Interest1989 yang berjudul “The End of History?” Ia mengatakanbahwa “Setelah Barat melakukan rival idiologinya monarki herediter,fasisme dan komunisme, dunia telah mencapai satu konsensus yang luarbiasa terhadap Demoktrasi Liberal”. Ia berpendapat bahawa “DemokrasiLiberal adalah semacam titik ahir dari sebuah evolusi ideologi ataubentuk final dari bentuk pemerintahan”. Dalam hal ini Fukuyamasepertinya mamaksakan bangsa-bangsa non-Barat untuk mengikuti jejaklangkah barat dan menagdopsi Demokrasi Leberal sebagai ideologinegara, barang siapa menolak, maka ia akan terseret dengansendirinya oleh derasnya arus gelombang globalisasi.
Tesis Fukuyama ini banyak menuai kritik pedas dari para pemikirbarat maupun non Barat yang didasarkan pada 1) Adanya dua kubu Peradaban barat yang keduanya ingin menjadi super power in the word, Amerika dan Eropa. Salah satu insiden yang menimbulkan gep diantara mereka adalah invasi ASatas Irak. Sehingga Thomas L. Friedman dan Jonh Bilt (PM Swedia)bertanya It is the end of the west? Begitu juga dengan Charlest A.Kupchan, ia mengatakan “The nex clash of civilization will not bebetween the west and the rest but between the U.S. and Europe__andAmericans remain largly oblivius. 2) Adanya peradaban lain yang akan menjadi cabaran(tantangan) bagi Peradaban Barat sebagimana yang di ramalakanBernad Lewis dan Samuel P. Huntington dengan teori terkenalnya “Clash of Clasivilitation”

Antara Islam dan Barat
Berbeda dengan Fukuyama , Bernad Lewis melalui artikelnya yangberjudul “The Roots of Muslim Rag” membuat suatu paradigma bahwasetelah berahirnya perang dingin, Barat membutuhkan new enemy(musuh baru) yang akan menggantikan posisi komunis sebagai musuhnyadi Perang Dingin. Kemudian tentang siapa musuh barunya itu iamembahasnya dalam buku populernya “Islam and the West”. Sehinggadari sanalah muncul__apa yang ia istilahkannya dengan__benturan peradaban (clash of civilization).
Gagasan Lewis ini di ta’kid lagi oleh muridnya Huntington didalambukunya “The Clash of Civization and The Remaking and World Order”.Ia menuliskan bahwa Islam adalah satu-satunya peradaban yang pernahmembuat Barat tidak merasa aman.Kemudian dia meneruskan pemikirannya ini dalam bukunya “Who Are We?”Disini Ia lebih jelas lagi memvonis Islam sebagai musuh Barat menggantikanposisi komunis pasca perang dingin. Bahkan Petrick J. Buchanan dalamartikelnya “Is Islam an Enemy the United States ?” Ia menulis ” Bagisebagian orang Amerika yang mencari musuh baru untuk uji cobakekuasaan setelah runtuhnya komunis, Islam adalah pilihannya.
fenomena mutahir seperti Serangn 11 September 2003, invasi AS atasAfganistan, Irak dan Somalia, Dukunan AS atas Israel, Tekanan AS atas Iran, insidenc karikatur NabiMuhammad SAW, seolah-olah membenarkan rumusan Lewis dan muridnyaHuntington tentang benturan (clash) peradaban. Kita juga memperhatikan bagaimana semangatnya Presiden Iran Ahmadinejad menenteng AS dan Barat, hingga beliau mengunjungi negara-negara berhaluan kiri (Venezuela dan Nikaragua)untuk membebaskan negara-negara dari cebgkraman AS. Begitu juga dengan Ali Khamenei mengunjungi Raja Arab saudi mengusulkan kerjasama strategis untuk mengatasi problematika dunia Islam dan berupaya semaksimal mungkin untuk menyatukan Umat Islam. Ini juga menunjukan bahwa benturan peradaban akan terjadi.
Bernad Lewis dan Huntington adalah ilmuan Barat yang sangatkonfrontioinis terhadap Islam, merekalah yang sebenarnyamengompori panasnya hubungan Barat dan Islam. Berbagai mitologi dandemonologi terus dikembangkan seperti Islamic Threat (ancamanIslam), Islamic Peril (bahaya Islam), Kerajaan setan, Islamic Bom”dan lain sebagainya. Bahkan pikiran kotor yang mereka lontarkan danparadigma jahat yang mereka buat seakan-akan menabuh gendangpeperangan antara Barat dan Islam.

Islam is Never Die
Prancis Fukuyama, Bernad Lewis, Samuel P. Huntington dan parapemikir barat lainnya yang paranoid terhadap Islam harus menengokkembali sejarah perjalanan umat manusia bahwa setiap peradabanmemiliki batas waktunya dan setiap umat memiliki umurnya, dandidalam hidup ini berlaku hukum alam (sunatullah) yang tidak dapatdihindari, dielakan dan dirubah oleh akal dan tangan manusia,termasuk siklus kejayaan dan kehancuran suatu peradaban manusia, iaadalah sunatullah.Arnold Toynbee sorang sejarawan Barat mengatakan bahwa di bumi initelah ada sekitar 21 peradaban umat manusia yang jatuh dan silihberganti
Islam is The End of History
Kalo Fukuyama mengatakan bahwa the end of history adalah PeradabanBarat, maka penulis sendiri lebih yakin bahwa the end of historyadalah Peradaban Islam. Darimana kita tau itu, sedangkan Islam sendiri__di abad modern ini__ belum memberikan karyanya yang khas yang menunjukan bahwa Islam akan bangkit dan menjadi ahir bagi sejarah peradaban umat manusia. Tapi setidaknya ada tiga alasan yang penulis jadikan sebagai sandaran: Pertama, Pesan Robbani: “Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu kamipergilirkan di antara manusia ” (Qs.3 : 140). Sepanjang sejarah,telah banyak yang berkuasa dan tidak satupun yang kekal. Sekarang,Dimana Peradaban Romawi? Tak ada bekasnya selain bangunan-bangunankuno dan arsitek-arsitek material. Dimana Peradaban Yunani? musnah,tak mewariskan apapun selai Filsafat nonesensial dan budayapaganisme. Dimana Peradaban Persia ? mati, Tak meninggalkan apa-apaselain cerita-cerita kuno. Dimana superpower Uni Soiet danidiologi komunisnya? runtuh dan luluh tak ada daya melawan kekuatanBarat. Semuanya mati dan hancur kecuali satu, umat Islam.“Dan telah kami jadikan kamu (umat Islam) ebagi umatan wasathan(umat adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi atas umatmanusia “(Qs. Al Baqoroh:183 ) Jadi karakteristik umat ini adalahsebagai saksi atas umat manusia seluruhnya, saksi atas umat gobiroh(terdahulu) sebagiman tersurat dalm Al Quran dan saksi atas uamatmutahir sebagaiman kita saksikan dan kita alami sekarang. Dalam ayatlain Allah SWT berfirman : ” Allah SWT menjanjikan kepada orang-orang yang beiman dan ang mengerjakan kebajikan akan menjadikanmereka berkuasa di muka bumi ini, sebgaimana Ia menjadikan orang-orang sebelum kamu berkuasa ……” (Qs. An Nur:55)
Kedua, Pesan Nabawi : Diriwayatkan oleh imam Ahmad dari Qubail,Abdullah ibnu ‘Ash berkata: ” Ketika kami duduk bersama RasullahSAW, apabila ia ditanya ” Kota manakah yang akan pertama kalidibuka, Konstantinovel atau Roma? Rasulullah SAW menjawab :Konstanti novel yang akan poertama kali dibuka, kemudian Roma”.Hadits ini menerangkan kepada kita bahwa a) Para sahabat sebenarnyasudah mengetahui bahwa Konstantinovel dan Roma akan dibuka, tapimereka ingin mengetahui mana yang akan pertama kali dibuka. b) Iniadalah kabar gembira dari Rasulullah SAW yang pasti benar adanya.Sehingga pada tahun 1453 M Konstantinovel dapat dibuka oleh sultanMuhammad Alfaatih. Tinggal satu imperium lagi yaitu Roma. Dansebenarnya seketika itu juga Al Faatih telah menyiapkan pasukanuntuk menyambut dan menyempurnakan Busyra Nabawi (kabar gembira dariNabi SAW) membuka Roma, tapi itu belum tercapai. Ini adalah kehendakAllah SWT agar tersisa amal/tugas bagi kita untuk membukanya. c) Adasebgaian ulama yang berpendapat bahwa arti dari kata “Rumiyyah”disana bukan Roma ibu kota Italia sekarang, tapi yang diingikanadalah makna majazinya yaitu imperium Barat hususnya Amerika. KenapaRomawi disini dikaitkan dengan imperium Barat. Ada beberapa alasan.a) Karena yang menjadi unsur pembentuk peradaban barat salah satunyaadalah Peradaban Romawi.b) Sikap barat dan kebijakan luar negrinya tak beda jauh denganimperium Romawi ketuka itu. Sebagaimana di singgung olehToynbee “Amerika kini membela sesuatu yang dulu dibela oleh Roma.Roma dulu secarakonsisten mendukung kaum kaya untuk melawan kaummiskin disemua komunitas asing yang jatuh dibawah penaklikannya. Dankarena kaum miskin sejau ini, kapanpun dan dimanapun jumlahnya selallebih banyak dari kaum kaya. Kebijakan Roma selalu tidak seimbang danmenimbulkan kepercayaan atas sebgaian besar orang
Ketiga Adanya sinyal-sinyal keruntuhan Peradaban barat. Hal inibisa dilihat dari beberapa hala) Terjadinya krisis moral dan kehampaan spiritual masyarakat Baratyang lebih mementingkan aspek jasmani dan melalaikan aspek rohani.b) Adanya paradok Peradaban Barat dalam menetapkan kebijakan luarnegrinya dengan menggunakan politik double standar, inilah yangmenyebabkan mereka kehilangan legitimasi dari dunia international.c) Barat sudah tidak pantas lagi meminpin umat manusia, karenamereka sudah lalai untuk bersikap persuasif, akomodatif, berlakuadil dan menjadi problem slover__bukan problem mikker__terhadapgejala-gejala global yang menegangkan masyarakat dunia. mereka hanya‘hoby’ mengintervensi masalah dalam-luar negri suatu negara. Kelalaianinilah yang akan menjadikan Barat__meminjam istilah MunawarA.M.__ditimpa ‘hukum sejarah’ (baca: kehancuran). FirmanAllah “katakanlah itu semua karena (kelalaian) dirimu sendiri”.(Qs.3:165). d) Barat terlalu angkuh dan sombong dengan kemajuan yangmereka capai baik dalam bidang ilmu dan teknologi, ekonomi, militerdan sebagainya, sehingga mereka merasa kuat dan tidak ada satupunyang mampu menandingi kekuatan mereka. “Adapun kaum ‘Aad merekamenyombongkan diri di muka bumi tampa (mengindahkan) kebenaran danmereka berkata”Sipakah yang lebun hebat kekuatannya dari kami?”Tidakkah mereka memperhatikan Allah yang menciptakan mereka Dialebih hebat kekuaatan-Nya dari mereka?.” (Qs. 41: 15).
Dari ketiga alasan yang penulis paparkan diatas, kita dapatmengambil statment bahwa kini Peradaban Barat sedang menggelindingketepi jurang kehancuran sebagai akibat dari kelalaian, kesombongandan kerusakan yang mereka lakukan, Munawar A.M. mengibaratkanyaseperti menara gading atau bangunan kokoh yang perlahan tapi pasti,rayap-rayap sedang berkerumun menggerogoti tiang-tiang penyangganya.Begitu juga Bernard Shaw pernah mengatakan “Romawi runtuh, Babylonruntuh, kini tiba giliran Amerika”.
Dibalik itu, arus kebangkitan Islam sudah menemukan momentumnya,kini umat Islam sedang berjalan menuju Alba’tsu fil Islam(kebangkitan Peradaban Islam) yang sudah diduga oleh duniaintelektual akan mengancam existensi Peradaban Barat. Walaupun Baratberusaha semaksimal mungkin untuk membendung arus kebangkitan itudengan berbagai strategi jahatnya seperti politik double standar,mitologi dan deminologi, paradigma kotor, dan propaganda jahat,invasi pemikiran , bahkan dengan invasi militer sekalipun,ketahuilah bahwa Islam is never die, because Islam is the end ofHistory.

Kedudukan Fatwa dalam Syariat Islam

Definisi Fatwa
Imam Ibnu Mandzur di dalam Lisaan al-Arab menyatakan, ”Aftaahu fi al-amr abaanahu lahu (menyampaikan fatwa kepada dia pada suatu perkara, maksudnya adalah menjelaskan perkara tersebut kepadanya). Wa aftaa al-rajulu fi al-mas`alah (seorang laki-laki menyampaikan fatwa pada suatu masalah). wa astaftaituhu fiihaa fa aftaaniy iftaa`an wa futaa (aku meminta fatwa kepadanya dalam masalah tersebut, dan dia memberikan kepadaku sebuah fatwa)”.[Imam Ibnu Mandzur, Lisaan al-’Arab, juz 15, hal. 145]
Sedangkan perkataan ”wa fataay” adalah asal dari kata futya atau fatway. Futya dan fatwa adalah dua isim (kata benda) yang digunakan dengan makna al-iftaa’. Oleh karena itu, dinyatakan ”aftaitu fulaanan ru’yan ra`aaha idza ’abartuhaa lahu (aku memfatwakan kepada si fulan sebuah pendapat yang dia baru mengetahui pendapat itu jika aku telah menjelaskannya kepada dirinya). Wa aftaituhu fi mas`alatihi idza ajabtuhu ’anhaa (aku berfatwa mengenai masalahnya jika aku telah menjelaskan jawaban atas masalah itu). [Ibid, juz 15, hal. 145]
Pengarang Aun al-Ma’bud menyatakan, ”Sesungguhnya, makna dari ”kata al-futya wa futway” adalah apa-apa yang difatwakan oleh seorang faqih atau muftiy”. Dinyatakan : aftaahu fi al-mas`alah: ay ajaabahu (saya menyampaikan fatwa kepadanya dalam suatu masalah: maksudnya saya menjawabnya)…”[’Aun al-Ma’buud, juz 1, hal. 245]
Di dalam Kitab Mafaahim Islaamiyyah diterangkan sebagai berikut, ”Secara literal, kata ”al-fatwa” bermakna ”jawaban atas persoalan-persoalan syariat atau perundang-perundangan yang sulit. Bentuk jamaknya adalah fataawin dan fataaway. Jika dinyatakan ”aftay fi al-mas`alah : menerangkan hukum dalam permasalahan tersebut. Sedangkan al-iftaa` adalah penjelasan hukum-hukum dalam persoalan-persoalan syariat, undang-undang, dan semua hal yang berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan orang yang bertanya (ibaanat al-ahkaam fi al-mas`alah al-syar’iyyah, au qanuuniyyah, au ghairihaa mimmaa yata’allaqu bisu`aal al-saail). Al-Muftiy adalah orang yang menyampaikan penjelasan hukum atau menyampaikan fatwa di tengah-tengah masyarakat. Mufti adalah seorang faqih yang diangkat oleh negara untuk menjawab persoalan-persoalan…Sedangkan menurut pengertian syariat, tidak ada perselisihan pendapat mengenai makna syariat dari kata al-fatwa dan al-iftaa’ berdasarkan makna bahasanya. Oleh karena itu, fatwa secara syariat bermakna, penjelasan hukum syariat atas suatu permasalahan dari permasalahan-permasalah yang ada, yang didukung oleh dalil yang berasal dari al-Quran, Sunnah Nabawiyyah, dan ijtihad. Fatwa merupakan perkara yang sangat urgen bagi manusia, dikarenakan tidak semua orang mampu menggali hukum-hukum syariat. Jika mereka diharuskan memiliki kemampuan itu, yakni hingga mencapai taraf kemampuan berijtihad, niscaya pekerjaan akan terlantar, dan roda kehidupan akan terhenti…”[Mafaahim al-Islaamiyyah, juz 1, hal. 240]
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, fatwa adalah penjelasan hukum syariat atas berbagai macam persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Kaedah Menggali Hukum Atau Fatwa
Jika fatwa adalah penjelasan hukum syariat atas persoalan tertentu, maka, kaedah pengambilan fatwa tidak ubahnya dengan kaedah menggali hukum-hukum syariat dari dalil-dalil syariat (ijtihad). Pasalnya, satu-satunya cara untuk mengetahui hukum syariat dari dalil-dalil syariat adalah dengan ijtihad, tidak ada yang lain. Oleh karena itu, seorang muftiy tak ubahnya dengan seorang mujtahid.

Makna Ijtihad
Menurut Imam al-Amidiy, secara literal kata “ijtihad” bermakna ,”Istafraagh al-wus’iy fi tahqiiq amr min al-umuur mustalzim li al-kalafat wa al-musyaqqaq” (mencurahkan seluruh kemampuan dalam mentahqiq (meneliti dan mengkaji) suatu perkara yang meniscayakan adanya kesukaran dan kesulitan)[1].
Imam Syaukaniy berpendapat, bahwa kata “ijtihad” diambil dari kata al-juhd yang bermakna al-musyaqqah wa al-thaqah (kesukaran dan kemampuan). Ijtihad digunakan secara khusus untuk menggambarkan sesuatu yang membawa konsekuensi kesulitan dan kesukaran (kemampuan paling optimal). Sedangkan suatu usaha yang tidak sampai pada taraf “kesukaran dan kesulitan” (musyaqqah) tidak dinamakan dengan ijtihad. Dalam kitab al-Mahshuul disebutkan, secara literal ijtihad bermakna “istafraagh al-wus’iy fi ayy fi’li” (mencurahkan segenap kemampuan pada setiap perbuatan). Untuk itu, kata istafraagh al-wus’iy hanya digunakan pada seseorang yang membawa beban yang sangat berat, tidak bagi orang yang membawa beban yang ringan.[2]
Di kalangan ‘ulama ushul, ijtihad diistilahkan dengan “istafraagh al-wus’iy fi thalab al-dzann bi syai’i min ahkaam al-syar’iyyah ‘ala wajh min al-nafs al-‘ajziy ‘an al-maziid fiih”; yakni mencurahkan seluruh kemampuan untuk menggali hukum-hukum syara’ dari dalil-dalil dzanniy, hingga batas dirinya merasa tidak mampu melakukan usaha lebih dari apa yang telah dicurahkannya.”[3]
Berdasarkan definisi di atas, dapatlah disimpulkan, bahwa iijtihad adalah proses menggali hukum syara’ dari dalil-dalil yang bersifat dzanniy dengan mencurahkan segenap tenaga dan kemampuan, hingga dirinya tidak mungkin lagi melakukan usaha lebih dari itu.
Dengan demikian, suatu aktivitas diakui sebagai ijtihad jika memenuhi tiga syarat berikut ini.
Pertama, ijtihad hanya melibatkan dalil-dalil yang bersifat dzanniy. Menurut al-Amidiy, hukum-hukum yang sudah qath’iy tidak digali berdasarkan proses ijtihad. Sebab hukum yang terkandung di dalam nash-nash yang qath’iy (dilalahnya) sudah sangat jelas, dan tidak membutuhkan interpretasi lain. Sebab, tidak ada pertentangan atau multi interpretasi pada nash-nash yang qath’iy. Oleh karena itu, ijtihad tidak berhubungan atau melibatkan dalil-dalil yang bersifat qath’iy, akan tetapi hanya melibatkan dalil-dalil yang bersifat dzanniy. Atas dasar itu, ijtihad tidak berlaku pada perkara-perkara ‘aqidah, maupun hukum-hukum syara’ yang dilalahnya qath’iy; misalnya wajibnya potong tangan bagi pencuri, had bagi pezina, bunuh bagi orang-orang yang murtad, dan lain sebagainya.
Kedua, ijtihad adalah proses menggali hukum syara’, bukan proses untuk menggali hal-hal yang bisa dipahami oleh akal secara langsung (ma’qulaat), maupun perkara-perkara yang bisa diindera (al-mahsuusaat). Penelitian dan uji coba di dalam laboratorium hingga menghasilkan sebuah teorema maupun hipotesa tidak disebut dengan ijtihad.
Ketiga, ijtihad harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dengan mengerahkan puncak tenaga dan kemampuan, hingga taraf ia tidak mungkin melakukan usaha lebih dari apa yang telah dilakukannya. Seseorang tidak disebut sedang melakukan ijtihad, jika ia hanya mencurahkan sebagian kemampuan dan tenaganya, padahal, ia masih mampu melakukan upaya lebih dari yang telah ia lakukan.[4]

Syarat-syarat Mujtahid (Muftiy)
Seseorang layak melakukan ijtihad bila telah memenuhi syarat-syarat berikut ini.
Pertama, memahami dalil-dalil sam’iyyah yang digunakan untuk membangun kaedah-kaedah hukum. Yang dimaksud dengan dalil sam’iyyah adalah al-Quran, Sunnah, dan Ijma’. Seorang mujtahid harus memahami al-Quran, Sunnah, dan Ijma’, klasifikasi dan kedudukannya. Ia juga harus memiliki kemampuan untuk memahami, menimbang, mengkompromikan, serta mentarjih dalil-dalil tersebut jika terjadi pertentangan. Kemampuan untuk memahami dalil-dalil sam’iyyah dan menimbang dalil-dalil tersebut merupakan syarat pokok bagi seorang mujtahid.[5]
Kedua, memahami arah penunjukkan dari suatu lafadz (makna yang ditunjukkan lafadz) yang sejalan dengan lisannya orang Arab dan para ahli balaghah. Syarat kedua ini mengharuskan seseorang yang hendak berijtihad memiliki kemampuan dalam memahami seluk beluk bahasa Arab, atau kemampuan untuk memahami arah makna yang ditunjukkan oleh suatu lafadz. Oleh karena itu, seorang mujtahid atau mufti harus memiliki kemampuan bahasa yang mencakup kemampuan untuk memahami makna suatu lafadz, makna balaghahnya, dalalahnya, serta pertentangan makna yang dikandung suatu lafadz serta mana makna yang lebih kuat –setelah dikomparasikan dengan riwayat tsiqqah dan perkataan ahli bahasa. Seorang mujtahid tidak cukup hanya mengerti dan menghafal arti sebuah kata berdasarkan pedoman kamus. Akan tetapi, ia harus memahami semua hal yang berkaitan dengan kata tersebut dari sisi kebahasaan.[6]
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, penetapan fatwa harus didasarkan pada prinsip-prinsip ijtihad, yakni ”fahm al-nash” (memahami nash) dan fahm al-waaqi’ al-haaditsah” (memahami realitas yang terjadi). Fahmu al-nash adalah upaya memahami dalil-dalil syariat hingga diketahui dilalah al-hukm (penunjukkan hukum) yang terkandung di dalam dalil tersebut. Sedangkan fahmu al-waaqi’ al-haaditsah adalah upaya mengkaji dan meneliti realitas yang hendak dihukumi agar substansi persoalannya bisa diketahui, serta hukum syariat yang paling sesuai dengan realitas tersebut.
Realitas bukanlah dalil hukum (sumber hukum), akan tetapi ia adalah obyek yang dihukumi. Oleh karena itu, fatwa tidak digali atau dirujuk dari realitas, akan tetapi diambil dan dirujuk dari dalil-dalil syariat (al-Quran, Sunnah, Ijma’ Shahabat, dan Qiyas).
Ragam Mujtahid
Mujtahid terbagi menjadi tiga; (1) mujtahid muthlaq, (2) mujtahid madzhab, (3) mujtahid fi al-mas`alah.
Mujtahid muthlaq adalah mujtahid yang mampu berijtihad dalam hampir seluruh persoalan, dan ia memiliki metode ijitihad yang khas. Dengan kata lain, mujtahid muthlaq adalah seseorang yang telah mencapai taraf tertinggi dalam memahami nash-nash syariat, sekaligus mampu memformulasikan metodologi istinbath yang khas. Ulama yang telah mencapai taraf ini misalnya adalah Imam Asy Syafi’iy, Imam Malik, Imam Hanafiy, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Asy Syaukaniy, dan lain sebagainya.
Mujtahid madzhab adalah seorang mujtahid yang mampu melakukan ijtihad dalam berbagai macam persoalan, hanya saja, ia terikat dengan madzhab tertentu. Imam An Nawawiy, misalnya; beliau terkenal sebagai mujtahid yang beraliran madzhab Syafi’iy. Mohammad dan Abu Yusuf adalah dua orang mujtahid pengikut madzhab Abu Hanifah; dan lain sebagainya.
Mujtahid fi al-mas`alah adalah seseorang yang mampu melakukan ijtihad pada masalah-masalah tertentu saja.
Ijtihad untuk menggali hukum syariat dari nash-nash syariat harus tetap ada hingga akhir jaman, tidak boleh mandeg dan terhenti. Pasalnya, persoalan-persoalan baru yang belum pernah ada di masa sebelumnya terus bermunculan, dan harus dihukumi sesuai dengan syariat Islam. Jika ijtihad terhenti atau dihentikan, niscaya banyak persoalan baru yang tidak diketahui status hukum syariatnya. Keadaan semacam ini, jika dibiarkan berlarut-larut, pelan namun pasti akan menjauhkan umat Islam dari hukum syariat, sekaligus memisahkan mereka dari ketaatan kepada Allah swt dan RasulNya.
Benar, pintu ijtihad tidak boleh ditutup, bahkan harus dibuka selebar-lebarnya bagi orang-orang yang memang memiliki kemampuan untuk itu. Ijtihad tertutup, bahkan tidak boleh dilakukan oleh orang-orang yang tidak memiliki kemampuan ijtihad. Ijtihad juga tertutup bagi orang-orang yang sengaja ingin memutarbalikkan dan menghancurkan ajaran Islam. Ijtihad juga tidak layak dilakukan oleh orang-orang yang mengabdikan dirinya kepada orang-orang kafir yang terus memusuhi Islam dan kaum Muslim, semacam kelompok Islam Liberal, dan kroni-kroninya.
Imam Syaukaniy dalam Kitab Fath al-Qadiir, ketika menjelaskan syarat-syarat seorang mufti beliau menyatakan, ”Mufti haruslah orang-orang yang shaleh, dan selalu menyelaraskan dengan pendapat-pendapat yang terpilih, dan tidak boleh mengamalkan fatwa dari mufti-mufti fasiq yang tidak boleh mengeluarkan fatwa. Sebab, fatwa termasuk urusan agama, sedangkan pendapat orang fasiq dalam urusan agama tidak boleh diterima (ghairu al-maqbuul). Ketentuan ini didasarkan pada kenyataan bahwa, pengkhianatan orang fasiq terhadap agama telah tampak dengan jelas. Sesungguhnya, inayah Allah swt dalam persoalan-persoalan syariat hanya akan tercapai dengan mentaati Allah swt, dan berpegang teguh kepada tali ketakwaan. Telah disebutkan di dalam al-Quran al-Kariim, ”Wattaquu al-Allah wa yu’allimukum al-Allah”[Bertaqwalah kalian kepada Allah, niscaya Allah akan mengajari kalian”.[TQS Al-Baqarah (2): 282] [Durrur al-Hukkaam fi Syarh Majallat al-Ahkaam, juz 13, hal. 162]. Wallahu al-Haadiy al-Muwaffiq ila Aqwaam al-Thariiq. (Syamsuddin Ramadhan, Lajnah Tsaqafiyyah HTI).

[1] Al-Amidiy, al-Ihkaam fi Ushuul al-Ahkaam, juz II, hal. 309; Imam Syaukaniy, Irsyaad al-Fuhuul, hal.250
[2] Imam Syaukaniy, Irsyaad al-Fuhuul, hal.250
[3] ibid, hal. 309. Lihat juga, Qadliy al-Nabhani, al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz I, hal.197
[4] Al-Amidiy, al-Ihkaam fi Ushuul al-Ahkaam, juz II, hal.309
[5] Imam al-Amidiy, menyatakan, “Syarat-syarat seorang Mujtahid dalam berijtihad ada dua; (1) ia harus mengetahui Wujud Allah SWT, Shifat-shifat WajibNya, serta KesempurnaanNya; dan ia juga mengetahui bahwa Allah swt adalah Wajib al-Wujud (Wajib Ada) karena DzatNya, Hidup, Mengetahui, Memiliki Kemampuan, Berkehendak, Berkata-kata, hingga tergambar dariNya masalah taklif. Ia harus menyakini Rasulullah, dan semua syariat manqul yang diturunkan kepadanya, mukjizat yang dimilikinya, tanda-tanda kenabian yang menakjubkan, agar semua pendapat dan hukum yang disandarkan kepada beliau saw benar-benar haq. Namun demikian, seorang mujtahid tidak disyaratkan menguasai ilmu kalam secara rinci dan mendalam, seperti halnya ulama-ulama ahli kalam yang masyhur. Akan tetapi, ia cukup mengetahui perkara-perkara yang berhubungan dengan masalah keimanan seperti yang telah kami sampaikan di atas. Seorang mujtahid juga tidak disyaratkan mengetahui dalil-dalil syariat secara terperinci hingga taraf bisa menetapkan dan memilah-milahkan dalil, dan melenyapkan kesamaran dari dalil-dalil tersebut, sebagaimana ahli Ushul. Namun, ia hanya cukup mengetahui dalil-dalil yang berhubungan perkara-perkara tersebut secara global, dan tidak harus rinci. (2) Seorang Mujtahid harus mengetahui dan memahami sumber-sumber hukum syariat beserta bagian-bagiannya; metodologi penetapannya, arah dilalah atas madlul-madlulnya, perbedaan martabatnya, syarat-syaratnya. Ia juga harus mengetahui arah tarjihnya jika terjadi pertentangan diantara dalil-dalil tersebut, dan bagaimana cara menggali hukum dari dalil tersebut. Ia juga mampu melakukan tarjih dan penetapan dalil; serta mampu menguraikan (memisahkan) pertentangannya. Hal ini akan tercapai jika ia mengetahui dan memahami perawi-perawi hadits, serta cara melakukan jarh wa ta’diil, mana yang shahih dan mana yang tidak; seperti Imam Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Mu’in. Ia juga harus memahami asbab nuzul (latar belakang turunnya ayat), nasikh dan mansukh yang terdapat di dalam nash-nash syariat. Ia juga harus mengetahui bahasa Arab dan ilmu nahwu. Hanya saja, tidak disyaratkan ia harus memiliki kemampuan dalam hal bahasa seperti halnya al-Asmu’iy, atau mahir dalam masalah nahwu, seperti Imam Sibawaih dan Khalil. Akan tetapi, ia cukup memahami konteks-konteks bahasa Arab, serta percakapan-percakapan yang biasa terjadi diantara mereka hingga taraf bisa membedakan dalalah al-lafadz yang terdiri dari dalalah al-muthabiqah, al-tadlmiin, dan iltizam. Ia juga harus mengetahui mufrad dan murkab, makna kulliy dan juz’iy , haqiqah dan majaz, makna tunggal (al-tawathiy) dan makna pecah (al-muystarak), taraduf dan tabaayun, nash dan dzahir, umum dan khusus, muthlaq dan muqayyad, manthuq dan mafhum, dalalah iqtidla’ dan isyarah, tanbih wa al-ima’, dan lain-lain.
[6] Qadliy al-Nabhani, Al-Syakhshiyyah al-Islamiyyah, juz I, hal.213

Hanya Khilafah Islamiyyah yang akan membebaskan Palestina



Invasi Israel ke Jalur Gaza masih berlanjut, sejak tanggal 27 Desember bertepatan dengan peringatan Tahun Baru (Muharam) Islam, sampai dengan tulisan ini diturunkan, lebih dari 550 orang telah tewas dalam invasi biadab ini dan lebih dari 2500 lainnya luka berat dan ringan. Tulisan ini tidak bermaksud menambah kepedihan kaum muslim tentang banyaknya tulisan dan minimnya aksi, lebih kepada agar kita memiliki kesadaran politik tentang akar masalah Palestina dan memperjuangkan solusinya.
Akar Masalah Palestina: Runtuhnya Khilafah
Tanah itu bukan milikku, tetapi milik ummatku(Khalifah Abdul Hamid II, 1897)Nasihati Dr. Hertzl supaya jangan meneruskan rencananya.Aku tidak akan melepaskan walaupun segenggam tanah ini (Palestina),karena ia bukan milikku. Tanah itu adalah hak umat Islam.Umat Islam telah berjihad demi kepentingan tanah inidan mereka telah menyiraminya dengan darah mereka.Yahudi silakan menyimpan harta mereka.Jika Daulah Khilafah Utsmaniyah dimusnahkan pada suatu hari,maka mereka boleh mengambil Palestina tanpa membayar harganya.Akan tetapi, sementara aku masih hidup, aku lebih rela menusukkan pedang ke tubuhkudaripada melihat Tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari Daulah Islamiyah.Perpisahan adalah sesuatu yang tidak akan terjadi.Aku tidak akan memulai pemisahan tubuh kami selagi kami masih hidup(Khalifah Abdul Hamid II, 1902)
Inilah pernyataan Khalifah kaum muslimin sebelum Khilafah Islam dihapuskan oleh laknatullah Musthafa Kamal di Turki tahun 1924. Isi pernyataan ini menggambarkan ketegasan kaum muslimin yang diwakili oleh Khalifahnya dalam memandang wilayah kesatuan kaum muslim.Khilafah Islamiyyah adalah satu kepemimpinan global bagi kaum muslim diseluruh dunia yang diwajibkan oleh rasulullah Muhammad saw. untuk mengurusi urusan ummat dan melindungi ummat.
Dulu Bani Israil diurus urusannya (tasusu) oleh para Nabi. Setiap kali seorang Nabi meninggal, Nabi yang lain menggantikannya. Sesungguhnya tidak ada Nabi sesudahku dan akan ada para khalifah, yang berjumlah banyak” Para sahabat bertanya “Lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Nabi saw. Bersabda: “Penuhilah baiat yang pertama saja, dan berikanlah kepada mereka yang berhak. Sesungguhnya Allah akan meminta pertanggungjawaban mereka atas apa saja yang mereka urus (HR. Bukhari)
Khilafah Islamiyyah berawal setelah berakhirnya masa kenabian yang terakhir (Rasul Muhammad saw.), diawali dengan khulafa ar-rasyidin, dilanjutkan dengan khalifah yang lain yang tanpa putus-putusnya memberikan perlindungan kepada ummat. Dalam masa itu, sejak tahun 623 – 1924 M, ummat Islam bersatu dalam satu kepemimpinan di seluruh dunia, pada masa Kekhalifahan Utsmaniyyah, wilayah kaum muslim meliputi lebih dari 1/3 dunia termasuk didalamnya wilayah Palestina.
Kekuasaan Khilafah Islamiyyah Utsmaniyyah (Hijau)
Pada awal abad ke 20, Kekhilafahan Utsmaniyyah terjebak mengikuti perang dunia pertama yang berakhir pada kekalahan pihak Jerman dan Khilafah, setelah itu wilayah khilafah dipecah menjadi negara-negara yang lebih kecil dan diserahkan kepengurusannya kepada UK dan Prancis selaku sekutu pemenang perang. Dari sinilah petaka kaum muslimin dimulai.Kaum zionis yahudi yang dimotori oleh keluarga bankir Rothchilds dan pion mereka Theodore Hertzl, memang sejak awal berniat mendirikan negara untuk menampung kaum yahudi yang ditolak di berbagai tempat di dunia, dan tanah palestina yang mereka anggap sebagai tanah terjanji sejak awal telah mereka incar. Pada tanggal 2 November 1917, pemerintahan Inggris menyetujui pendirian negara israel di tanah palestina lewat deklarasi Balfour. Deklarasi ini sekaligus mengawali pemerintahan militer di tanah Palestina dengan Jendral Allenby yang ditugaskan UK untuk melindungi eksodus penjajah yahudi ke tanah Palestina.

Departemen Luar Negeri 2 November 1917Lord Rothschild yang terhormat, Saya sangat senang dalam menyampaikan kepada Anda, atas nama Pemerintahan Sri Baginda, pernyataan simpati terhadap aspirasi Zionis Yahudi yang telah diajukan kepada dan disetujui oleh Kabinet.
“Pemerintahan Sri Baginda memandang positif pendirian di Palestina tanah air untuk orang Yahudi, dan akan menggunakan usaha keras terbaik mereka untuk memudahkan tercapainya tujuan ini,
karena jelas dipahami bahwa tidak ada suatupun yang boleh dilakukan yang dapat merugikan hak-hak penduduk dan keagamaan dari komunitas-komunitas non-Yahudi yang ada di Palest
ina, ataupun hak-hak dan status politis yang dimiliki orang Yahudi di negara-negara lainnya .“ Saya sangat berterima kasih jika Anda dapat menyampaikan deklarasi ini untuk diketahui oleh Federasi Zionis.Salam, Arthur James Balfour
Tak lama setelah itu, pada Desember 1922, Liga Bangsa Bangsa (League of Nations) yaitu cikal bakal PBB (United Nations), kemudian memberikan landasan yudisial yang lebih kuat bagi UK dengan memberikan mandat pengaturan wilayah Palestina, setelah itu, eksodus kaum yahudi pun meningkat pesat, sedikitnya 1,3 juta kaum yahudi bermigrasi dari seluruh dunia ke tanah palestina, sejak saat itu, kaum muslimi di palestina diusir dan dibunuh tanpa ada pembelaan dari siapapun.

Puncaknya, pada 29 November 1947, PBB mengumumkan persetujuan berdirinya negara Israel yang diamini oleh AS, dengan wilayah Israel yang meliputi 55% tanah palestina, yang diikuti dengan deklarasi pendirian negara Israel oleh PM pertama David Ben-Gurion, yang segera melakukan pengusiran dan pembunuhan lebih besar lagi kepada kaum muslim di palestina.
Setelah Israel berdir, negara-negara tetangga Palestina yaitu Mesir, Yordan, Libanon dan Siria mengumumkan perang kepada Israel, perang ini terjadi pada tahun 1948, 1956, 1967 dan 1973. Perang Arab-Israel ini tidak lebih adalah perang rekayasa dan hanya membuat mitos seolah-olah Israel tidak terkalahkan, dan ini juga bukti pengkhianatan pemimpin-pemimpin muslim (Mesir, Yordan dan Libanon) di wilayah tetangga Palestina. Terlebih setelah perang 6 hari di tahun 1967, wilayah israel bahkan bertambah menjadi 70%. Dan setelah itu, hingga hari ini, Israel dengan brutal menginvasi wilayah Palestina hingga menguasai lebih dari 90% wilayah Palestina.

Solusi Total Palestina: Khilafah Islamiyyah dan Jihad!
Pertanyaan yang muncul sekarang adalah, bagaimana solusi total masalah Palestina? Kepada siapakah ummat Islam bisa berharap? Kepada PBB?!, ini mustahil karena justru PBB adalah organisasi yang justru memberikan persetujuan dan pengakuan terhadap Israel. Faktanya, sampai sekarang PBB tidak pernah memberikan sanksi kejahatan perang yang telah dilakukan oleh AS dan Israel.
Kepada AS?!, apalagi, karena merekalah selama ini yang menganak emaskan Israel dan memberikan bantuan baik secara fisik dan pengaruh. Obama dalam pidatonya di AIPAC dengan jelas menyampaikan “Saya berjanji kepada Anda, bahwa saya akan melakukan apapun yang saya bisa dalam kapasitas apapun, untuk tidak hanya menjamin keamanan Israel, tapi juga menjamin bahwa rakyat Israel bisa maju dan makmur dan mewujudkan banyak mimpi yang dibuat 60 tahun lalu”, dia pun menjamin dana 50 juta dolar AS untuk membantu persenjataan Israel. Pendahulu Obama, Bush juga mengatakan dengan nada yang serupa ketika menyalahkan HAMAS dalam invasi Israel ke jalur Gaza.
Kepada organisasi HAM dan Demokrasi?!, inipun bathil, karena HAM dan Demokrasi adalah alat barat yang berstandar ganda, yang hanya berpihak apabila sang empunya yang mendapatkan masalah, dan hanya digunakan untuk menyudutkan kaum muslim. HAM ada ketika iraq dilengserkan untuk kepentingan minyak AS, tetapi HAM hilang ketika ribuan muslim Palestina dibantai. Demokrasi didengungkan dalam pemilihan presiden AS tetapi bisu saat ummat Islam menginginkan dipimpin oleh sistem Islam.
Kepada OKI?!, telah terbukti ternyata OKI hanyalah terdiri dari pengecut-pengecut yang berkumpul karena ada kepentingan selain Islam dan sudah menjadi rahasia umum bahwa mereka hanyalah boneka yang digerakkan AS. Arab Saudi merupakan pembeli senjata perang terbanyak buatan AS, tetapi tidak pernah menggunakannya untuk kepentingan kaum muslim. Mesir mempunyai universitas paling terkenal di dunia Islam, tetapi memfatwakan jihad dan mengirim tentaranya saja tidak mampu, bahkan mereka menutup pintu Rafah yang berhubungan langsung dengan Gaza serta menangkapi aktivis Islam yang membela saudara mereka di Palestina.
Kepada pemerintah Indonesia?!, rupa-rupanya menjaga perdamaian dunia masih menjadi isapan jempol pengantar tidur bagi anak-anak saja, tidak ada faktanya. Bahkan presiden Indonesia dalam salah satu pidatonya menyatakan bahwa “Ini bukan perang agama”, untuk menutupi fakta yang sebenarnya.
Berharap akan berdirinya dan berdamainya Israel dan Palestina?!, ini haram, karena tanah itu milik kaum muslim dan haram hukumnya membiarkan wilayah kita diambil oleh kafir yahudi. Kita tahu bahwa yang Israel inginkan justru pendirian negara Palestina merdeka yang mengambil wilayah diluar wilayah Palestina yang awal dan mengambil wilayah Yordan dan Mesir. Maka pendirian negara Palestina adalah haram karena berarti kita mengakui pendudukan tanah Palestina oleh Israel.
Jika kita melihat semua permasalahan ini, nyatalah, bahwa satu-satunya solusi bagi kaum muslim termasuk saudara kita di palestina adalah :
Kembalinya Kepemimpinan Global bagi Kaum Muslim, Kembalinya Khilafah Islamiyyah!
Khilafah-lah yang akan memimpin dan mengkomandoi 1,5 milyar kaum muslim di seluruh dunia untuk dan berjihad. Yang akan melindungi dan mempertahankan seluruh wilayah dan tanah kaum muslim. Khilafah dan Jihad!, dua kata untuk mengubur Zionis Yahudi. Inilah satu-satunya solusi yang diberikan Allah dan Rasulnya kepada kita
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai(TQS ali-Imran [3]: 103)Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (khalifah) di antara kamu(TQS an-Nisaa [4]: 59)Perumpamaan kaum mukminin dalam saling cinta dan sayang mereka laksana satu tubuh, jikalau ada satu anggota tubuh yang mengeluh, maka seluruh tubuh ikut merasakan demam dan bergadang(HR Bukhari dan Muslim)Seorang mukmin bagi mukmin lainnya laksana satu bangunan yang sebagiannya menguatkan sebagian lainnya(HR Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, tidaklah kita mencukupkan pada aksi-aksi saja, kepada pengiriman bantuan saja, dan kepada protes dan pengutukan saja, tetapi lebih daripada itu, setiap ummat Islam mesti memiliki kesadaran politik bahwa satu-satunya solusi mereka adalah tegaknya kembali Khilafah Islam yang telah dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan secara sadar dan sistematis memperjuangkan tegaknya Khilafah itu dengan seluruh kekuatan yang ada pada diri kita
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin nyawa dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar (TQS at-Taubah [9]: 111)